Budaya Penamaan

BUDAYA NAMA DI JEPANG
Oleh Michele Vannessha
915070013/C

Budaya adalah semua hasil manusia atau hasil peradaban manusia. Istilah budaya berasal dari kata sansekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari kata Budhi yang berarti budi atau akal. Banyak sekali budaya yang dapat kita bahas, dan salah satu budaya yang ada dan dekat dengan kita tanpa kita sadari yaitu nama. Pemberian nama tentulah tidak asal-asalan, karena dalam setiap budaya, pengkristalisasi nilai dan pola hidup yang di anut suatu komunitas tercemin pada nama. Hal ini sangat terlihat jelas, dalam budaya setiap bangsa. Contoh saja budaya yang ada di Asia, seperti Indonesia, Jepang, Korea, Cina, dan negara asia lainnya. Saat mendengar nama “Hideaki Takizawa”, tentu dengan pasti anda akan mengatakan bahwa itu adalah nama Jepang, dan pada saat mendengar nama, “ Jelly Tobing” anda akan mengatakan bahwa itu adalah nama batak. Saat mendengar nama “Zhou Jie Lun”, pasti nama Cina. Dan masih banyak nama lainnya yang mencerminkan unsur-unsur tertentu. Tentu setiap bangsa mempunyai budaya yang berbeda-beda, namun juga memilliki budaya yang sama. Contoh saja budaya Jepang dengan Indonesia, yang memiliki perbedaan namun juga persamaan.
Dalam budaya Jepang memberi nama harus mengandung unsur-unsur nama keluarga atau marga dan nama pribadi atau yang disebut first name. Hal ini mulai berlaku sejak jaman restorasi Meiji. Di Jepang, nama keluarga sangatlah penting, dan first name tentu memiliki makna huruf kanji yang bagus dan jumlah stroke yang dimaksudkan demi kebaikan anak kelak. Dalam first name Jepang berasal dari stroke kanji, dan stroke “ko” untuk perempuan dan “ro” untuk laki-laki. Nama keluarga atau family name, tidaklah permanen pada anak perempuan, karena setelah menikah, nama keluarga perempuan haruslah berubah mengikuti nama keluarga laki-laki.
Sedangkan di Indonesia, yang lebih heterogen di bandingkan Jepang, nama keluarga tidaklah wajib, atau tergantung budaya-budaya masing tempat. Contoh di Jawa tidak terdapat budaya pemberian nama keluarga, namun di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi ada. Nama keluarga menunjukan suku asal dan agama. Karakteristik nama tiap suku adalah:
a) Jawa ( sekitar 45% dari populasi)
Dalam nama orang Jawa, umumnya terdapat unsur kata “su”( untuk laki-laki) dan unsur kata “sri” (untuk perempuan) dan terdapat vokal “o”. Contohnya adalah Sukarno, Suharto, Susilo, Sri Miranti, Sri Ningsih, dan lain-lain.
b) Sunda ( sekitar 14% dari populasi)
Terdapat unsur pengualangan suku kata. Contoh Dadang,Titin, Cecep, dan lain-lain.
c) Batak
Nama marga seperti budaya Jepang juga terdapat pada budaya Batak. Contoh marga atau nama keluarga, adalah: Harahap, Nasution, Butar-butar,Hutapea, Manurung, Siregar, Tobing dan masih banyak lain-lain.

d) Minahasa
Nama marga juga terdapat yakni Pinantoan, Ratulangi dan lain-lain.
e) Bali
Nama marga seperti ketut, made, putu, wayan dan lain-lain. Namun nama marga pada orang Bali, menunjukan status atau tingkatan.

Tidak saja tercemin pada suku bangsa, namun dalam agama pun, nama dapat mencerminkan agamanya, seperti pada penganut agama Islam, nama Abdurrahman Wahid, Abdullah dan sebagainya. Pada penganut agama Katholik, unsur nama Fransiskus, Agustinus, dan lain-lain.
Perbedaan dalam budaya Jepang dan Indonesia ada 3 dalam hal nama, yaitu:
1. Marga atau nama keluarga yang dicatat secara resmi dalam catatan sipil. Dalam budaya Jepang, nama keuarga harus atau wajib, sedangkan di Indonesia tidak.
2. Masih berkaitan dengan nama keluarga, di Jepang setiap perempuan yang menikah haruslah mengubah nama keluarga sesuai dengan nama keluarga pria. Sedangkan di Indonesia tidak mengwajibkan pergantian nama keluarga. Namun hanya penyisipan nama dan tidak mengwajibkan hal tersebut. Contoh Prio Jatmiko dengan Sri Suwarni. Maka nama Sri Suwarni, akan disisipkan menjadi Sri Suwarni Jatmiko. Hal ini terjadi di Minahasa. Namun tidak resmi atau tidak melalui pencatatan resmi di kantor pemerintahan.
3. Huruf kanji yang bisa dipakai untuk menyusun nama anak di Jepang di batasi oleh pemerintah (sekitar 2232 huruf, yang disebut jinmeiyo kanji) sedangkan di Indonesia tidak ada pembatasan dalam pemberian nama oleh pemerintah.
Tidak terbatas pada negara Jepang dan Indonesia saja. Namun negara lain seperti Cina, Korea, bahkan Amerika Serikatpun punya budayanya sendiri dalam pemberian nama atau penggunaan nama. Walaupun sekarang aturan nama ini mulai hilang karena banyak perkembangan masing-masing budaya dan penganut budaya tersebut. Hal ini terbukti dari wanita karir di Jepang yang tidak setuju dengan pergantian nama keluarga. Dan tidak perlu jauh-jauh, Indonesia sendiri juga sulit membedakan dari unsur nama lagi. Banyak orang tua yang memberi nama yang berbeda dari biasanya. Nama James yang terkesan nama asing,kini mulai di gunakan sebagai nama orang Indonesia. Kita tidak mampu mengetahui, apakah James itu orang Indonesia atau bukan. Kalaupun Indonesia, berasal dari suku mana??
Salah satu hal yang juga cukup menarik untuk disimak adalah, semacam panggilan tambahan yang disisipkan, yakni kata “chan”, “san”, “kun”,”sama”, “dono/tono”,dan “shi” dan lain-lain. Sebenarnya apa perbedaan panggilan chan, san,kun, sama,dono(tono) dan shi? Jelas ada perbedaan pada kata-kata sisipan trersebut. Kata “chan”, umumnya diperuntukkan untuk anak perempuan atau kepada anak kecil yang baik pria maupun perempuan. Kata “chan” mengandung nuansa manis dan imut-imut. Seperti mi-chan, leechan, dan sakurachan contohnya.
Kata “san”, umumnya dipakai untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri atau anggota keluarga yang di anggap uda merupakan bagian sendiri, jadi tidak dapat saya mengatakan Mi-san untuk diri saya sendiri, melainkan harus Mi-chan. Dan contoh pemakaian “san” seperti pada nama Ikkyu-san. Sedangkan kata “kun”, diperuntukkan untuk anak laki-laki atau lelaki yang lebih muda dari kita, contoh naruto-kun. Tidak menutup kemungkinan bahwa anak perempuan dapat dipanggil dengan tambahan “kun”, karena bisa saja anak perempuan tersebut tomboi.
Unsur kata sisipan yang biasa kita dengar adalah “san”, “chan”, dan “kun”. Namun tak jarang kita sering mendengar “sama”, “dono” atau “tono” dan “shi”. Kata “sama” memiliki persamaan arti seperti “tuan” atau sir. Seperti Edo-sama atau artinya adalah tuan Edo. “Sama” merupakan bentuk hormat dari kata “san”, dan umumnya terdapat dalam penulisan surat dan tidak memandang umur. Sedangkan “dono”, jauh lebih sopan di banding sama namun hanya untuk penulisan saja. Ada juga yang menggabungkan “donosama” yang berarti bangsawan.
Kata “shi”, hampir serupa dengan kata “si”, misalnya si Michele. Dan umumnya kata “shi” tidak meliat pada pangkat atau status. Dan kata yang cukup sering kita dengar adalah “sensei”. “Sensei” diberikan pada orang yang dianggap lebih tahu. Atau dengan kata lain seperti guru atau banyak lebih tahu,seperti Machiko sensei yang mengerti penggambaran manga (komik jepang), dan terkadang anggota polotikpun dipaggil sensei.
Sebenarnya nama panggilan ini tidak jauh berbeda dengan nama panggilan di Indonesia maupun negara-negara lain. Seperti kata “san”, “chan”, “kun”, “sama”, “dono”, “shi” dan “sensei”. Kata “san” dan “chan” hampir serupa seperti nona, nenk, dan lain-lain. Sedangkan kata “kun” seperti kata mas, abang, dan lain-lain. Kata “sama” dan “dono” seperti kata tuan. Kata “shi” seperti kata si-. Dan kata “sensei” seperti kata “guru”.
Tidak hanya ini saja, seperti yang saya jelaskan di atas, nama pada orang Jepang ada dua, yakni family name dan first name. Pada umumnya orang Jepang memanggil nama keluarga atau marga. Namun apabila orang tersebut sangat dekat maka first name di perbolehkan untuk dipanggil. Seperti Miyuki Kobayashi, kita sebagai orang yang tidak terlalu dekat dengannya memanggil Kobayashi. Namun apabila saya adalah teman dekat atau pacarnya dan orang cukup dekat dengannya.memanggil Miyuki, maupun Miyuchan tidak ada masalah atau asal orang yang bersangkutan meminta untuk dipanggil seperti itu. Namun hal ini tidak terjadi di Indonesia. Umumnya di Indonesia memanggil sesuai dengan kehendak pemilik nama.

Sumber :
1. www.google.com
2. www.wikipedia.com
3. asnugroho.wordpress.com
4. imelda.coutrier.com/2008/06/san-chan-kun